Beragam cara dapat dilakukan untuk dapat mengisi hari-hari besar Islam, Nasional, maupun Internasional. Mulai dari membuat acara kecil-kecilan di rumah masing masing sampai pada acara yang dihadiri oleh banyak kalangan hingga beberapa negara hadir untuk ikut merayakannya. Namun perlu kita sadari, dalam merayakan hari-hari besar harus berdasarkan kaidah etis yang telah berlaku dan juga kemaslahatan yang dapat diambil jika dilaksanakannya peringatan ini lebih besar dari kemungkinan madhorot yang terjadi.
Masyarakat Indonesia kini dihebohkan dengan virus yang awalnya ada dan datang dari Wuhan, Cina. Virus yang ukurannya sangat kecil dan bisa mematikan ini tidak hanya membuat khawatir negara indonesia, tetapi sudah menggegerkan dunia. Hampir seluruh rancangan kegiatan di banyak negara dibatalkan demi memutus rantai penyebaran Covid-19. Termasuk agenda umat Islam di bulan Ramadhan ini yaitu Nuzulul Qur’an. Apakah hari yang telah rutin dirayakan oleh seluruh umat Islam di tahun ini juga akan berjalan seperti biasa? Apakah pemerintah juga akan melarang umat Islam di Indonesia ini merayakan Hari Besar mereka di tahun ini?
Menyelami Eksistensi Nuzulul Qur’an di tengah Pandemi
Protokol kesehatan dalam rangka pencegahan pandemi covid-19 telah memenjarakan seluruh manusia di dunia. Lalu bagaimana eksistensi Nuzulul Qur’an di tengah pandemi ?
Kita kembali ke sejarah peristiwa penting penurunan Al-Qur’an secara keseluruhan yang diturunkan dari Lauhul Mahfuz ke Baitul Izzah di langit dunia. Saat Nabi Muhammad SAW didatangi oleh Jibril ketika ber-tahannuts dan ber-uzlah di Gua Hira, sebuah Gua yang terletak di atas bukit yang kurang lebih 2 Km dari pusat kota Makkah. Namun tahannuts yang dilakukan Rasulullah Muhammad Saw ini disertai dengan Uzlah yaitu mengasingkan diri.
Di masa muda Rasulullah SAW menjauhi kegiatan-kegiatan masyarakat yang sarat akan kesyirikan dan kebobrokan moral. Tujuannya agar terhindar dari keburukan-keburukannya. Hal ini identik dengan social distancing yang diupayakan pemerintah untuk menghindari penyebaran pandemi pada awal Maret lalu. Karena semakin tidak bisa dihindarkan, akhirnya pemerintah mengeluarkan instruksi untuk menerapkan physical distancing guna mencegah penyebaran Covid-19.
Karena kondisi masyarakat jahiliyah semakin parah, maka Rasulullah SAW memilih untuk melakukan Uzlah (mengasingkan diri). Bahkan dalam hadist disebutkan bahwa beliau tidak pulang kecuali untuk mengambil perbekalan yang beliau butuhkan untuk beribadah di Gua Hira (HR. Bukhari Muslim).
Rupanya physical distancing telah dilakukan oleh Rasulullah Saw dengan melakukan Uzlah ini. Hanya saja tujuan Uzlah beliau untuk menghindari keburukan-keburukan yang bersifat non-fisik sedangkan physical distancing yang kita lakukan adalah untuk menghindari penyakit yang gejalanya seringkali tampak secara fisik.
Demikianlah semestinya umat Islam memaknai Nuzulul Qur’an di tengah pandemi ini. Mengikuti seruan pemerintah untuk melakukan physical distancing, tetap di rumah saja namun melakukan kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat baik buat diri sendiri maupun untuk orang lain. Begitu juga dengan kita dalam merayakan Nuzulul Qur’an. Sebagai umat Muslim, kita dapat memperingatinya di rumah saja dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat baik buat diri sendiri maupun untuk orang lain. Dengan begitu, maka Eksistensi Nuzulul Qur’an tetap tercipta walau sedang berada di tengah Pandemi. (Penulis: Najwa Hakim, Editor: Sam)